12.21.2011

Wong Jowo Tembus Hollywood (No Hoax)

Nama kelompok teater Dardanella sempat sangat tersohor pada tahun 40-an. Teater pimpinan pria berkebangsaan Inggris keturunan Rusia bernama Pedro (Willy Klimanoff) ini bukan saja harum namanya di Indonesia tapi juga dunia. Mereka kerap manggung di luar negeri, dari Asia hingga Eropa.
Dardanella mencapai puncak keemasan ketika diperkuat dua seniman serba bisa Tan Tjeng Bok dan Devi Dja. Pada masa itu, mereka merupakan roh pertunjukan Dardanella. Tan Tjeng Bok mendapat julukan “Douglas Fairbanks van Java” sementara Devi Dja “Bintang dari Timur” (Star From the east).
Minim Literatur
Saat ini agak sulit mencari biografi Devi Dja secara lengkap, kecuali mungkin di buku otobiografi “Gelombang hidupku,
Devi Dja dari Dardanella” karya (Alm) Ramadhan KH yang dicetak tahun 1982 oleh penerbit Sinar Harapan. Sayangnya, buku itu pun sekarang sudah tergolong langka.
Saking langka dan minimnya literatur tentang sosok wanita ini, Matthew Cohen PhD, staf pengajar di University of London dalam sebuah diskusi kesenian Bali-Jawa di Amerika ‘Dewi Dja Goes to Hollywood’ Maret lalu, tertarik untuk mendokumentasikan kembali kehidupan Devi Dja bersama kelompoknya di Amerika Serikat dalam sebuah buku yang sedang disusunnya bertajuk ‘Performing Java and Bali on International Stages: Routes from the Indies, 1905-1952’.
Yang jelas, biografi wanita ini dalam literatur kesenian Indonesia sangat minim. Entah jika di Amerika sana, tempat dimana dia kemudian menghabiskan sisa hidupnya.
Siapa Devi Dja?
Menurut catatan Ramadhan KH, Devi Dja atau “Bintang Dari Timur” lahir pada 1 Agustus 1914 di Sentul, Yogyakarta, dengan nama kecil Misria dan kemudian menjadi Soetidjah. Dia sering menguntit kakek dan neneknya, Pak Satiran dan Bu Sriatun, ngamen berkeliling kampung memetik siter. Devi Dja memang memiliki minat seni sejak kecil. Dia juga berangkat dari keluarga Jawa yang miskin di awal abad ke-20.
Saat mereka sedang ngamen di daerah Banyuwangi, dimana pada waktu bersamaan grup sandiwara yang lain, Dardanella pimpinan Pedro (Willy Klimanoff) yang sudah terkenal, juga main di Banyuwangi.
Pedro mengaku tertarik dengan Soetidjah dan langsung melamarnya. "Ternyata Pedro melihat pertunjukan kami. Katanya ia tertarik pada saya ketika saya menyanyikan lagu Kopi Soesoe yang ketika itu memang sedang populer," tutur Devi Dja ketika berkunjung ke Jakarta menjenguk Tan Tjeng Bok yang sedang terbaring sakit tahun 80-an.
Meski keluarga Soetidjah keberatan, akhirnya Soetidjah mau menerima pinangan Pedro dan bergabung sebagai pemain Dardanella. Soetidjah tak penah mengenyam pendidikan sebelumnya, dia baru belajar baca dan menulis latin ketika bergabung di Dardanella pada usia 14 tahun.
Di tahun awalnya bergabung, Soetidjah hanya dapat peran-peran kecil dan lebih sering menjadi penari yang tampil dalam pergantian babak. Bintang Soetidjah mulai bersinar ketika pemeran utama wanita Dardanella, Miss. Riboet jatuh sakit.
Soetidjah pun didaulat memerankan tokoh Soekaesih—peran yang selama ini dipegang Miss. Riboet—dalam lakon “Dokter Syamsi”. Meskipun usianya baru 16 tahun ketika itu, akting Soetidjah cukup meyakinkan yang kemudian dipanggil Erni oleh kawan-kawannya.
Keliling Dunia, Nginap di Rumah Mahatma Gandhi lalu Berlabuh di Amerika
Dan sejak itu, karirnya di Dardanella mulai menanjak. Perlahan tapi pasti ia berhasil menjadi menyaingi ketenaran Miss. Riboet dan Fifi Young, dua wanita pemeran utama Dardanella. Bersama Tan Tjeng Bok, Soetidjah menjadi sosok penting dalam kisah sukses grup Dardanella. Dia lalu terkenal dengan nama Miss. Devi Dja.
Saat Dardanella pertama kali mentas di luar negeri, Devi Dja baru 17 tahun. Usia yang kata Devi Dja lagi seger-segernya. Menurut catatan Ramadhan KH, saat Dardanella manggung di luar negeri, nama kelompok Dardanella mulai berganti-ganti, dengan personil yang juga berganti-ganti. Kecuali Pedro dan Devi Dja tentunya.
Dardanella lalu main di Hongkong, New Delhi, Karachi, Bagdad, Basra, Beirut, Kairo, Yerusalem, Athena, Roma. Terus keliling Negeri Belanda, Swiss, dan Jerman. Pada Mei 1937 saat manggung di India, rombongan mereka disaksikan oleh Jawaharlal Nehru yang kemudian jadi pemimpin negeri itu. Kabarnya Pedro dan Devi Dja sempat menginap di rumah Mahatma Gandhi.
Dan seperti dituturkan Devi Dja pada Majalah Tempo di tahun 80-an, saat bermain di luar negeri, Dardanella berubah namanya menjadi “The Royal Bali-Java Dance”. "Kami lebih mengutamakan tari-tarian daripada sandiwara, sebab khawatir penonton tidak tahu bahasanya," katanya.
Devi Dja juga masih ingat ketika perang dunia pertama mulai berkecamuk, mereka sedang berada di Munich, Jerman. Saat itulah keadaan masyarakat dunia sedang dalam kegelisahan yang juga dialami oleh personel “The Royal Bali-Java Dance” (Dardanella) terkait situasi perang.
Ramadhan KH menulis, di tengah kegelisahan masyarakat Eropa khususnya, Pedro kemudian mengambil keputusan menyeberang ke Amerika saat mereka sedang berada di Belanda. Akhirnya bersama rombongan kecil Dardanella, Devi Dja naik kapal "Rotterdam" menuju Amerika.
Perhitungan Pedro ketika itu barangkali karena negara Amerika relatif lebih menjanjikan, lagipula Amerika tidak terlibat terlalu jauh dalam perang dunia pertama.
Dengan nama tenar yang disandangnya, sesampainya di Amerika mereka mendapat sponsor dari Columbia untuk mementaskan karya-karya mereka di hampir seluruh kota besar Amerika. "Kami keliling, tidur di trem saja. Cuma di New York menetap dua minggu," tutur Devi Dja.


Devi Dja dari Dardanella” karya (Alm) Ramadhan KH yang dicetak tahun 1982 oleh penerbit Sinar Harapan. Sayangnya, buku itu pun sekarang sudah tergolong langka.
Saking langka dan minimnya literatur tentang sosok wanita ini, Matthew Cohen PhD, staf pengajar di University of London dalam sebuah diskusi kesenian Bali-Jawa di Amerika ‘Dewi Dja Goes to Hollywood’ Maret lalu, tertarik untuk mendokumentasikan kembali kehidupan Devi Dja bersama kelompoknya di Amerika Serikat dalam sebuah buku yang sedang disusunnya bertajuk ‘Performing Java and Bali on International Stages: Routes from the Indies, 1905-1952’.
Yang jelas, biografi wanita ini dalam literatur kesenian Indonesia sangat minim. Entah jika di Amerika sana, tempat dimana dia kemudian menghabiskan sisa hidupnya.
Siapa Devi Dja?
Menurut catatan Ramadhan KH, Devi Dja atau “Bintang Dari Timur” lahir pada 1 Agustus 1914 di Sentul, Yogyakarta, dengan nama kecil Misria dan kemudian menjadi Soetidjah. Dia sering menguntit kakek dan neneknya, Pak Satiran dan Bu Sriatun, ngamen berkeliling kampung memetik siter. Devi Dja memang memiliki minat seni sejak kecil. Dia juga berangkat dari keluarga Jawa yang miskin di awal abad ke-20.
Saat mereka sedang ngamen di daerah Banyuwangi, dimana pada waktu bersamaan grup sandiwara yang lain, Dardanella pimpinan Pedro (Willy Klimanoff) yang sudah terkenal, juga main di Banyuwangi.
Pedro mengaku tertarik dengan Soetidjah dan langsung melamarnya. "Ternyata Pedro melihat pertunjukan kami. Katanya ia tertarik pada saya ketika saya menyanyikan lagu Kopi Soesoe yang ketika itu memang sedang populer," tutur Devi Dja ketika berkunjung ke Jakarta menjenguk Tan Tjeng Bok yang sedang terbaring sakit tahun 80-an.
Meski keluarga Soetidjah keberatan, akhirnya Soetidjah mau menerima pinangan Pedro dan bergabung sebagai pemain Dardanella. Soetidjah tak penah mengenyam pendidikan sebelumnya, dia baru belajar baca dan menulis latin ketika bergabung di Dardanella pada usia 14 tahun.
Di tahun awalnya bergabung, Soetidjah hanya dapat peran-peran kecil dan lebih sering menjadi penari yang tampil dalam pergantian babak. Bintang Soetidjah mulai bersinar ketika pemeran utama wanita Dardanella, Miss. Riboet jatuh sakit.
Soetidjah pun didaulat memerankan tokoh Soekaesih—peran yang selama ini dipegang Miss. Riboet—dalam lakon “Dokter Syamsi”. Meskipun usianya baru 16 tahun ketika itu, akting Soetidjah cukup meyakinkan yang kemudian dipanggil Erni oleh kawan-kawannya.
Keliling Dunia, Nginap di Rumah Mahatma Gandhi lalu Berlabuh di Amerika
Dan sejak itu, karirnya di Dardanella mulai menanjak. Perlahan tapi pasti ia berhasil menjadi menyaingi ketenaran Miss. Riboet dan Fifi Young, dua wanita pemeran utama Dardanella. Bersama Tan Tjeng Bok, Soetidjah menjadi sosok penting dalam kisah sukses grup Dardanella. Dia lalu terkenal dengan nama Miss. Devi Dja.
Saat Dardanella pertama kali mentas di luar negeri, Devi Dja baru 17 tahun. Usia yang kata Devi Dja lagi seger-segernya. Menurut catatan Ramadhan KH, saat Dardanella manggung di luar negeri, nama kelompok Dardanella mulai berganti-ganti, dengan personil yang juga berganti-ganti. Kecuali Pedro dan Devi Dja tentunya.
Dardanella lalu main di Hongkong, New Delhi, Karachi, Bagdad, Basra, Beirut, Kairo, Yerusalem, Athena, Roma. Terus keliling Negeri Belanda, Swiss, dan Jerman. Pada Mei 1937 saat manggung di India, rombongan mereka disaksikan oleh Jawaharlal Nehru yang kemudian jadi pemimpin negeri itu. Kabarnya Pedro dan Devi Dja sempat menginap di rumah Mahatma Gandhi.
Dan seperti dituturkan Devi Dja pada Majalah Tempo di tahun 80-an, saat bermain di luar negeri, Dardanella berubah namanya menjadi “The Royal Bali-Java Dance”. "Kami lebih mengutamakan tari-tarian daripada sandiwara, sebab khawatir penonton tidak tahu bahasanya," katanya.
Devi Dja juga masih ingat ketika perang dunia pertama mulai berkecamuk, mereka sedang berada di Munich, Jerman. Saat itulah keadaan masyarakat dunia sedang dalam kegelisahan yang juga dialami oleh personel “The Royal Bali-Java Dance” (Dardanella) terkait situasi perang.
Ramadhan KH menulis, di tengah kegelisahan masyarakat Eropa khususnya, Pedro kemudian mengambil keputusan menyeberang ke Amerika saat mereka sedang berada di Belanda. Akhirnya bersama rombongan kecil Dardanella, Devi Dja naik kapal "Rotterdam" menuju Amerika.
Perhitungan Pedro ketika itu barangkali karena negara Amerika relatif lebih menjanjikan, lagipula Amerika tidak terlibat terlalu jauh dalam perang dunia pertama.
Dengan nama tenar yang disandangnya, sesampainya di Amerika mereka mendapat sponsor dari Columbia untuk mementaskan karya-karya mereka di hampir seluruh kota besar Amerika. "Kami keliling, tidur di trem saja. Cuma di New York menetap dua minggu," tutur Devi Dja.
SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar